by yulius eka agung seputra,st,msi
“berikan aku sepuluh
mahasiswa, maka akan kupindahkan gunung himalaya ke laut pasifik” (Bung Karno)
Dalam ilmu sosial, manusia disebutkan sebagai makhluk social
(zoon politicon) yang mempunyai kebutuhan untuk hidup berkelompok,
bersama-sama, berinteraksi satu sama lain, berkomunikasi dan saling membutuhkan
sekaligus saling mempengaruhi. Setiap individu merupakan satu subyek yang
berdiri sendiri, namun dia tidak mungkin bisa terlahir kedunia ini tanpa adanya
perantaraan orang lain diluar dirinya. Karena itu setiap orang merupakan bagian
atau “onderdil” dari suatu masyarakat/kelompok. Sebab itu pula kehidupan masing-masing
orang juga ditentukan (determiner) serta dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Organisasi dan Dinamika
Berkelompok
Kata organisasi merupakan kata yang sudah sangat akrab
ditelinga setiap orang, konon lagi bagi mahasiswa yang berjiwa aktivis, organisasi
sudah tentu menjadi wadah yang senantiasa mengasah kreativitas sekaligus tempat
yang sangat tepat untuk aktualisasi diri. Hanya saja dalam banyak kasus
ditemukan masih banyak kita (mahasiswa) yang tersentak ketika diminta
menjelaskan pemahaman organisasi itu sendiri, baik pemaknaan maupun tujuannya.
Sekedar kilas balik, organisasi secara umum dapat
didefinisikan dengan perkumpulan individu yang terdiri dari dua atau lebih dan
memiliki cita-cita yang sama yang ingin dicapai secara bersama-sama, dimana
kehadiran masing-masing individu mempunya arti serta nilai bagi individu
lainnya. Keberadaan setiap orang dalam organisasi adalah saling mempengaruhi
yang kemudian melahirkan aksi-aksi dan reaksi-reaksi secara timbal balik (feed
back), inilah yang disebut dengan dinamika organisasi atau kelompok.
Salah satu unsur yang esensial dan substansial dalam
kehidupan berkelompok atau berorganisasi adalah sikap interdependensi satu
anggota dengan anggota lainnya, yaitu saling ketergantungan, dimana setiap
anggota harus bisa bekerja sama dengan anggota yang lain di interternal
organisasi atau dengan pihak lain diluar organisasi. Karena itu semboyan “sadar
diri sadar peran” sangat penting dipahami oleh setiap anggota organisasi agar
tidak terjadi duplikasi atau salah peran dalam pencapaian tujuan organisasi.
Manfaat organisasi bagi
individu
Setelah memahami pemahaman organisasi, tentu saja pertanyaan
berikutnya adalah apa fungsi bagi setiap individu (baca: mahasiswa) terlibat
dalam organisasi?. Jawaban dari pertanyaan ini akan berbeda-beda dari orang
yang satu dengan lainnya, hal itu sangat tergantung dari misi atau cita-cita
awal sebuah organisasi dibentuk atau setiap individu ikut dalam suatu organisasi.
Pengalaman penulis ketika menginterview (screening test) calon
Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA), beragam jawaban muncul dari sang
mahasiswa saat dikejar dengan pertanyaan diatas, ada yang mengatakan dengan
berorganisasi akan mendapat banyak kawan baru, berani berbicara di depan orang
banyak, dengan berorganisasi akan mudah mendapatkan pacar, dan sebagainya.
Secara ilmiah dan empirik, fungsi organisasi bagi individu
diantaranya, adalah memberikan ruang hidup psikologis serta ruang sosial yang
akan memunculkan “sence of belonging” untuk berprestasi dan bekerjasama,
melahirkan semangat kesetiakawanan social, loyalitas serta esprit de corps,
memberikan rasa aman (sekuritas), mendapatkan status sosial (merasa dihargai,
diakui, diterima, mendapat posisi social serta pnghargaan dari lingkungan),
pemikiran/wawasan menjadi lebih luas dan berkembang dengan masukan, ide,
pendapat yang berbeda antar anggota, maupun mendapatkan pengalaman baru dalam
kehidupan sosial.
Fenomena Organisasi
Kemahasiswaan
Sepanjang sejarah baik di negara maju maupun negara berkembang, gerakan organisasi
dan kepemimpinan mahasiswa memainkan peranan penting dalam gerakan pembaharuan
(agent of change) bangsa di tengah-tengah gerakan pembangunan, termasuk pada
masa pemberontakan dan revolusi. Hal itu disebabkan para mahasiswa aktivis pada
kenyataannya merupakan kekuatan sosial, kekuatan moral, dan sekaligus kekuatan
politik yang dilandasi dengan semangat tri darma perguruan tinggi.
Menurut Taruna Ikrar, fenomena gerakan mahasiswa dapat
dikelompokkan dalam beberapa tipe;pertama, mahasiswa “kutu buku”, yaitu
mahasiswa yang hanya beroreintasi pada akademik atau hanya mengejar indeks
prestasi semata tanpa menghiraukan aktivitas lain dalam lingkungan
kampus.Kedua, mahasiswa “fungsionaris kampus”, yaitu mereka yang sibuk dengan
aktivitas organisasi kampus dengan harapan atau iming-iming nantinya direkrut
menjadi dosen di kampusnya. Ketiga
tipe“aktivis kampus”, aktif dalam kehidupan kampus tapi mereka tidak
duduk dalam suatu lembaga kemahasiswaan, dan keempat, mahasiswa “pragmatis”,
biasanya mahasiswa seperti ini hanya ingin terlibat dalam aktivitas dunia
mahasiswa jika membawa keuntungan material (provit oriented).
Dalam konteks ke-Acehan kini, tidak dapat dibantah bahwa
sudah sangat banyak tokoh-tokoh muda, misalnya; Muhammad Nazar dengan SIRAnya
diawal reformasi, Islamuddin dengan SMURnya, yang nota bene aktivitis kampus
yang muncul kepermukaan sebagai sosok
fenomenal dalam gerakan-gerakan pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah.
Banyaknya organisasi mahasiswa diluar kampus yang muncul, seperti GPP, SMUR,
SIRA, HMI, KAMMI, dan sebagainya ternyata telah memberikan warna baru
tersendiri dalam dinamika politik dan pembangunan.
Kesemua sosok muda pembaharuan bangsa, baik ditingkat lokal
maupun nasional adalah mereka yang berasal dari organisasi kemahasiswaan dari
berbagi perguruan tinggi di Aceh maupun luar Aceh, artinya bahwa tokoh-tokoh
muda itu adalah orang muda yang sudah cukup mapan bergelut serta melakukan
proses aktualisasi diri yang panjang dalam organisasi mahasiswa. Karenanya
jarang sekali ditemukan adanya tokoh yang muncul secara solo atau tanpa
background organisasi.
Pengembangan kualitas mahasiswa tentu tidak bisa juga
semata-mata dititik beratkan pada keterlibatan seorang mahasiswa dalam
organisasi baik intra kampus maupun ektra kampus. Namun sangat dipengaruhi juga
oleh faktor motivasi diri yang dilakukan oleh setiap orang dalam rangka
menstimulasi atau menggali potensi diri yang dimilikinya. Dalam hal peningkatan
kualitas kemahasiswaan, keterlibatan si mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan
haruslah ditempatkan pada satu sisi sebagai media motivasi diri yang berasal
dari luar untuk memunculkan potensi diri yang ada, artinya keinginan seseorang
atau mahasiswa berorganisasi tidak semestinya dimaknai sebagai langkah meraih
kekuasaan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar